“Sampai
kapan kamu mau menyimpan harapan kosongmu,?” Kuhembuskan nafas yang terasa sesak.
“Sampai kapan kamu mau mempertahankan perasaanmu kepadaku?” Kupejamkan mata untuk mencoba menghentikan airmata yang
mulai mengintip, “Bahkan sekarang aku sudah bahagia bersama orang lain. Tidak
kah kau ingin melupakanku?” Tanpa bisa kuhalau lagi, airmata ini sudah meluncur
menjajah pipi putihku.
Salahkan aku tentang keadaan ini, karena
disini memang aku yang bersalah, bukan dia. Aku yang dengan gampang jatuh
hati pada dirinya, lalu memaksanya untuk mencintaiku. Meskipun berulangkali dia
menolak, namun aku tetap memaksanya menjadi milikku. Egois? Aku hanya berusaha
untuk memiliki seseorang yang kucintai. Sederhananya, aku ingin mencicipi
kebahagian orang yang saling mencintai.
“Ya akan kucoba. Terimakasih”
Dengan senyum tulus dia bangkit dari kursi
cafe, meninggalkanku bersama selembar kertas bersampul perak. Mungkin hari ini akan menjadi pertemuan terakhir, sebelum dirinya benar-benar menjadi milik orang lain. Selamat tingal, My First Love.